Datu Tala Ibabana (Dibabana) adalah cucu (generasi ketiga) dari Simanullang dan cicit (generasi keempat) dari Si Raja Oloan. Dalam dokumen asal-muasal Batak (Silsilah Si Raja Batak), Si Raja Oloan adalah generasi kelima dari Si Raja Batak. Si Raja Batak mempunyai dua anak yakni: Guru Tatea Bulan (Si Boru Baso Burning) dan Raja Isumbaon (Si Anting Haomasan). Raja Isumbaon mempunyai tiga anak yakni: Tuan Sorimangaraja, Raja Asiasi dan Sangkar Somalidang.
Tuan Sorimangaraja mempunyai tiga anak yakni: Naiambaton, Nairasaon dan Naisuanon (Si Boru Sanggul Haomasan) yang juga bergelar Tuan Sorba Dibanua. Tuan Sorba Dibanua mempunyai delapan anak dari dua isteri. Lima anak dari isteri Boru Borbor (Sibagot Ni Pohan, Sipaettua, Silahisabungan, Si Raja Oloan dan Si Raja Hutalima). Tiga anak dari Boru Sibasopaet (Toga Sumba, Toga Sobu dan Naipospos).
Si Raja Oloan mempunyai enam anak dari dua isteri. Dua anak dari Boru Limbong (Naibaho dan Sihotang, lahir di Pangururan, Samosir). Empat anak dari Boru Borbor (Bakkara, Sinambela, Sihite dan Simanullang, lahir di Bakkara). Toga Simanullang mempunyai tiga anak dari dua isteri yakni Tuan Delimang, Pamuharaja (Raja Panguhalan) dan Datu Napasang. Pamuharaja mempunyai empat anak yakni Juara Toba, Raja Ijolma, Datu Tala Ibabana (Dibabana), dan Bona ni Aek. Datu Tala Ibabana mempunyai lima anak yakni tiga lahir di Bakkara (Guru Sinanti, Datu Soulangon, Tuan Mauli); dan dua lahir di Rianiate, Samosir (Sihat Raja dan Sinta Raja).
Datu Tala Ibabana, yang merupakan cucu dari Simanullang dan cicit dari Si Raja Oloan, bukan orang pertama memakai gelar sakti itu. Dari dokumen orang-orang sakti Batak dan Silsilah Si Raja Borbor, orang pertama memakai gelar Datu Tala Ibabana (Dibabana) adalah Tuan Raja Doli, cucu dari Si Raja Borbor dan anak dari Tuan Balasahunu. Tuan Raja Doli adalah ayah dari Datu Rimbang Saudara (Datu Dalu) dan kakek dari Datu Pompang Balasaribu. Datu Pompang Balasaribu adalah kakek dari Lubis, Pasaribu, Batubara dan lain-lain.
Jadi gelar Datu Tala Ibabana Simanullang sangat mungkin diwariskan dari hulahula ni Si Raja Oloan yakni keturunan Si Raja Bobor dan Tuan Raja Doli antara lain Lubis dan Pasaribu.
Datu Tala Ibabana (Dibabana) adalah seorang yang sakti, tabib dan imam pada zamannya. Dia pemimpin spiritual yang sangat dekat dengan tuhannya (Debata Mulajadi Nabolon), sesuai kepercayaan Batak kala itu. Sebagai seorang tabib dan imam, ucapan-ucapannya sangat bermakna relijius yang bisa menyembuhkan orang sakit dan membuat orang percaya dan berbakti kepada Debata Mulajadi Nabolon kala itu. Jika dipadankan dengan pengertian agama samawi (Jahudi, Kristen dan Islam), Datu Tala Ibabana bisa disebut sebagai imam, alim-ulama atau pendeta, bahkan mungkin seorang nabi atau rasul pada zamannya atau sekurang-kurangnya pemimpin doa (kebaktian) atau gembala sidang pada masa kini.
Datu Tala Ibabana, dengan kesaktiannya, sering berkelana dari satu daerah ke daerah lain. Bahkan, konon, bisa berkelana dalam hitungan tahunan di negeri orang. Sehingga oleh dua orang saudaranya, Juara Toba dan Bona ni Aek, mengiranya sudah meninggal di negeri orang. Maka adiknya Bona ni Aek memasukkan ‘tagan’ abangnya Juara Toba ke ‘hajut’ Boru Pasaribu, isteri Datu Tala Ibabana. Hal ini dalam tradisi Batak bermakna bahwa Juara Toba dengan anggiboru-nya sudah bersehati (diabia).
Padahal, tidak berapa lama kemudian, Datu Tala Ibabana kembali dari perjalanannya yang lama dan panjang. Wajar saja dia sangat kecewa dan marah mendapati isterinya diabia kakak kandungnya sendiri. Abangnya Raja Ijolma, yang sejak awal masih meyakini adiknya Datu Tala bakal kembali dan tidak menyetujui langkah Juara Toba dan Bona ni Aek, bersepakat untuk hidup sepenanggungan dan tidak lagi sepenanggungan (tidak lagi marsianggoan timus) dengan Juara Toba dan Bona ni Aek. Sementara Juara Toba dan Bona ni Aek, yang tentu merasa bersalah, pergi meninggalkan Bakkara menuju perbukitan yang kemudian dikenal sebagai Pearaja-Matiti dan Huta Gurgur, di negeri yang juga kemudian dinamai Simanullang Toba.
Cukup lama keturunan Pamuharaja (empat bersaudara) ini tidak lagi sepenanggungan, terbagi dua kelompok: Pomparan Raja Ijolma marpadan dengan Datu Tala dan tidak saulaon dengan Pomparan Juara Toba dan Bona ni Aek. Namun atas inisyatif keturunan Juara Toba dan Bona ni Aek, yang menyadari kesilapan nenek-moyangnya, diadakan pesta adat partangiangan sebagai permohonan maaf kepada saudaranya keturunan Datu Tala dan Raja Ijolma, sekitar tahun 1950-an. Uluran tangan permohonan maaf dan perdamaian ini disambut hangat keturunan Datu Tala dan Raja Ijolma, yang juga dihadiri para penetua Si Raja Oloan.
Sejak itu, padan tidak lagi marsianggoan timus, diakhiri. Keturunan keempat bersaudara itu kembali bersatu sepenanggungan dalam kasih dari Tuhan. Persatuan dalam kasih ini, tidak lagi mencari siapa yang salah, tetapi lebih melihat ke depan dalam persaudaran demi kemajuan bersama. Hal ini memungkinkan terjadi, terutama setelah kekristenan telah menggantikan kepercayaan lama Batak, termasuk keturunan Pamuharaja Simanullang.
Pomparan Datu Tala Ibabana yang sudah beriman (mayoritas) kepada Jesus Kristus, dan yang secara kontemporer dan kontekstual memahami eksistensi dan peran Datu Tala Ibabana pada zamannya, baik secara naluri dan akal sehat (rasional), telah terdorong untuk mengaplikasikan peran Datu Tala Ibabana itu di tengah masyarakat dalam berbagai bidang kegiatan dan profesi. Tentu tidak dalam kepercayaan (relijius dan spiritual) animisme-dinamisme kepada Debata Mulajadi Na Bolon (agama tradisi Batak), tetapi dalam kepercayaan agama samawi, terutama (mayoritas) kepercayaan Kristen.
Sudah banyak pomparan Datu Tala mengambil peran yang memberi manfaat bagi sesama sebagai garam dan terang dunia dalam profesi dan kegiatan masing-masing. Salah seorang adalah Almarhum MH Manullang, yang lebih dikenal dengan gelar Tuan Manullang, seorang pejuang yang mendirikan dan memimpin surat kabar Soara Batak yang terbit 1919-1932 di bahwah naungan Hatopan Batak Kristen.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar